3.1
Kota
3.1.1
Pengertian Kota
Pada dasarnya kota
merupakan wilayah di permukaan bumi yang sebagian besar wilayahnya ditutupi
oleh fenomena dan gejala sosial hasil rekayasa manusia, serta merupakan areal
konsentrasi penduduk dengan mata pencaharian di luar sektor agraris. Secara
lebih terperinci, berikut ini pengertian kota yang dikemukakan oleh beberapa
ahli.
a. R. Bintarto
Kota
merupakan sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah yang
cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistik
dibandingkan dengan daerah di sekitarnya.
b. Grunfeld
Kota
merupakan suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada
kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencarian nonagraris, dan
sistem penggunaan tanah yang beraneka ragam, serta ditutupi oleh gedung-gedung
tinggi yang lokasinya sangat berdekatan.
c. Burkhard Hofmeister
Kota
adalah suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja manusia.
Kegiatan utamanya bergerak di sektor sekunder (industri dan perdagangan) dan
tersier (jasa dan pelayanan masyarakat), pembagian kerja yang khusus,
pertumbuhan pen-duduknya sebagian besar disebabkan tambahan kaum pendatang,
serta mampu melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang jauh letaknya.
3.1.2
Ciri-Ciri Kota
Secara umum, ciri-ciri kehidupan kota
antara lain sebagai berikut.
a. Masyarakat
kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial, karena adanya
keterbukaan terhadap pengaruh dari luar.
b. Masyarakat
kota bersifat gesellschaft (patembayan), di mana kepentingan individu lebih
menonjol, sedangkan solidaritas dan kegotongroyongan semakin lemah.
c. Adanya
pelapisan sosial ekonomi, seperti perbedaan tingkat penghasilan, tingkat
pendidikan, dan jenis pekerjaan.
d. Adanya
jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial antar-warganya.
e. Adanya
penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan
perbedaan kepentingan, situasi, dan kondisi kehidupan. Sistem pembagian kerja
di kota sangat jelas menurut keterampilan dan keahlian masing-masing.
f. Warga
kota umumnya sangat menghargai waktu.
g. Cara
berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip
ekonomis.
h. Terdapat
keteraturan kehidupan sosial sebagai pendukung kehidupan hukum.
i.
Masyarakat kota lebih mengenal hukum
negara dibanding hukum adat.
3.1.3
Klasifikasi kota
Kota dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1. Berdasarkan jumlah penduduk, kota
dapat diklasifikasikan, menjadi berikut ini.
a) Megapolitan,
yaitu kota yang jumlah penduduknya di atas 5 juta orang.
b) Metropolitan,
yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 1 - 5 juta orang. Metropolitan
disebut juga Kota Raya.
c) Kota
besar,yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 500.000 -1 juta orang.
d) Kota
sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 100.000 - 500.000 orang.
e) Kota
kecil, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 20.000 - 100.000 orang.
2. Berdasarkan peranan dan fungsi pelayanan dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, kota diklasifikasikan menjadi berikut
ini.
a)
Kota yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan nasional adalah kota atau daerah perkotaan yang mempunyai wilayah
pelayanan nasional.Kota tersebut merupakan tempat keluar masuknya arus barang
dan jasa, produksi dan distribusi, transportasi untuk mencapai beberapa kawasan
provinsi. Contoh kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan kota adalah kota
metropolitan.
b)
Kota yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan wilayah adalah kota atau daerah perkotaan yang mempunyai wilayah
pelayanan beberapa kawasan kabupaten; merupakan pusat pelayanan beberapa
kawasan kabupaten; merupakan pusat pelayanan jasa, produksi dan distribusi,
transportasi antarkawasan kabupaten. Contoh kota yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan wilayah adalah kota besar.
c)
Kota yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan lokaladalah kota atau daerah perkotaan yang mempunyai wilayah
pelayanan beberapa kawasan dalam kabupaten. Contoh kota yang berfungsi sebagai
pusat kegiatan lokal adalah kota sedang dan kota kecil.
d) Kota
yang mempunyai fungsi khusus adalah kota atau daerah per-kotaan yang mempunyai
tugas pelayanan khusus dalam menunjang pengembangan sektor strategis, sektor
ekonomis tertentu, menunjang pengembangan wilayah baru, dan berfungsi sebagai
daerah penyangga pertumbuhan pusat kegiatan yang sudah ada.
3. Berdasarkan
Jumlah Penduduknya
Dibedakan
menjadi 5 kelompok, yaitu :
a.
Kota Kecamatan : 3.000 – 20.000 penduduk
b.
Kota Kecil : 20.000 – 200.000 penduduk
c.
Kota Sedang : 200.000 – 500.000 penduduk
d.
Kota Besar : 500.000 – 1.000.000 penduduk
e.
Kota Metropolitan : > 1.000.000 penduduk
3.1.4
Perkembangan Kota
1. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Kota
1) Faktor Alam
Faktor alam relatif statis karena segala
bentuk perubahan yang terjadi berlangsung dalam waktu yang relatif lama
2) Faktor Kependudukan
Faktor kependudukan sangat dinamis terutama
apabila ditinjau dari kuantitasnya, yaitu pertambahan penduduk alami dan
urbanisasi
3) Faktor Budaya
Faktor budaya yaitu tingkat kepandaian manusia
dalam mengelola lingkungan kehidupannya (tingkat penguasaan teknologi)
2. Tahap Perkembangan Kota
Menurut Lewis
Munford :
1) Tahap Eopolis
tercermin
adanya perkampungan yang makin maju dan mengarah ke kota
2) Tahap Polis
kota
yang masih berorientasi agraris meskipun muncul beberapa kegiatan industri
3) Tahap Metroplis
kota
yang berorientasi industri
4) Tahap Megalopolis
ditandai
oleh perubahan perilaku manusia hanya berorientasi pada materi
5) Tahap Tiranopolis
tolak
ukur budaya dilihat pada sesuatu yang nampak saja, misalnya kekayaan, serta
ketidakacuhan mengenai aspek kehidupan. Selain itu, kondisi perdagangan mulai
menunjukkan adanya penurunan dan tingkat kemacetan lalu lintas dan kriminalitas
sangat tinggi
6) Tahap Nekropolis
kota
mati (the city of dead) dan menuju
kehancuran. Hal ini disebabkan adanya peperangan, kelaparan, atau wabah yang
melanda kota tersebut.
3.1.5
Geografi Kota
Geografi kota adalah cabang dari ilmu geografi yang mempelajari tentang
tata ruang, struktur, perkembangan, pola-pola kota, interaksi atau hubungan
timbal balik antara manusia dan lingkungan yang ada di kota, serta solusi
permasalahannya.
Menurut Paul L. Knox
(2000: 1113) para ahli geografi perkotaan menggunakan berbagai macam
pendekatan:
1.
Pendekatan deskriptif langsung
2.
Pendekatan analisis kuantitatif
3.
Pendekatan post-strukturalis
4.
Pendekatan struktural
3.2
Perkotaan
3.2.1
Lokasi Pusat Kegiatan
Lokasi pusat kegiatan dapat digolongkan
menjadi dua, sebagai berikut.
1.
Pusat kota (intikota), yaitu pusat kegiatan dari kota itu.
Kegiatan-kegiatan tersebut, misalnya sebagai berikut:
a)
kegiatan ekonomi, yaitu dengan adanya
pasar, toko, pusat-pusat perbelanjaan, dan sebagainya;
b)
kegiatan politik, yaitu dengan adanya
gedung-gedung peme-rintahan, misalnya kantor DPR, kantor DPRD, gubernuran, dan
sejenisnya dengan segala kegiatannya tentang pemerintahan;
c)
kegiatan kebudayaan, yaitu adanya
gedung-gedung pertunjukan budaya dengan segala fasilitasnya;
d)
kegiatan pendidikan,yaitu sekolah dari
tingkat TK sampai dengan Perguruan Tinggi, maupun dalam segala macam kursus
keterampilan;
e)
kegiatan hiburan dan rekreasi,
tempat-tempat hiburan, misalnya bioskop dan taman-taman kota untuk rekreasi.
2. Selaput intikota, yaitu lokasi pusat
kegiatan yang berada di pinggir (luar) intikota yang merupakan perluasan atau
pemekaran kota. Selaput intikota terjadi karena di dalam kota itu, kegiatan
tersebut tidak dapat dilaksanakan. Selaput intikota meliputi suburban, suburban
fringe, dan urban fringe.
3.2.2
Tata Ruang Kota
Penjelasan wilayah
kekotaan adalah sebagai berikut.
1. Urban,
yaitu suatu area yang dicirikan dengan adanya penghidupan modern.
2. Suburban,
ialah suatu area dekat intikota yang mencakup dareah penglaju yang penduduknya
bekerja di kota pada pagi hari dan sorenya kembali ke tempat tinggalnya.
3. Suburban
fringe, yaitu suatu daerah peralihan antara kota dan desa. Dalam rencana
pengembangan kota, daerah ini biasanya akan diubah menjadi kompleks perhotelan
dan jalan-jalan utama yang menghubungkan kota dengan daerah di luarnya.
4. Urban
fringe, yaitu daerah-daerah batas luar kota yang mempunyai sifat mirip kota.
5. Rural
urban fringe, yaitu daerah yang terletak antara kota dan desa dengan ciri
adanya penggunaan tanah campuran. Misalnya, penggunaan tanah ada yang
diusahakan untuk pertanian, di samping itu ada pabrik.
6. Rural(daerah
pedesaan), yaitu suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan desa, yaitu
kehidupan yang bersifat agraris.
3.2.3
Teori Struktur Tata Kota
Teori struktur tata kota juga ddisebut
sebagai pola keruangan kota
1.
Teori Konsentris
Teori
ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business
District(CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan
berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan
politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu
kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian
paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan
pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale
Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi
skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan
barang supaya tahan lama (storage buildings).
Zona P : Zona
pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat
pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,restoran dan sebagainya.
Zona 1 : Zona
peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini
tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh
yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian
sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus
menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
Zona 2 : Zona permukiman kelas proletar, perumahannya
sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil
atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil
yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga
besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
Zona 3 : Zona
permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan
para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya
lebih baik dibandingkan kelas proletar.
Zona 4 : Wilayah tempat tinggal masyarakat
berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan
halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar,
dan pejabat tinggi.
Zona 5 : Zona
penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah
belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya
bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
2.
Teori Sektoral (Hoyt,1939)
Teori
ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang
diungkapkan oleh Teori Konsentris.
Zona P : Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
Zona 1: Sektor kawasan industri ringan dan
perdagangan.
Zona 2: Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu
kawasan permukiman kaum buruh.
Zona 3: Sektor permukiman kaum menengah atau sektor
madya wisma.
Zona 4: Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan
tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
3.
Teori Inti Berganda (Harris
dan Ullman,1945)
Teori
ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di
tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing
points. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat
fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan,
seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain.
Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada
Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di
tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
1. Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2. Kawasan niaga dan industri ringan.
3. Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4. Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5. Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9. Upakota (sub-urban) kawasan industri
Teori
lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan;
Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan DPK atau
CBD, maka berikut ini adalah penjelasan masing-masing teori mengenai
pandangannya terhadap DPK atau CBD:
1. Teori
Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955)
Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK
atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi,
aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan
secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan
kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi
aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang
paling kuat ekonominya.
2. Teori Konsektoral
(Griffin dan Ford, 1980).
Teori Konsektoral dilandasi oleh
strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau
CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di
daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai
historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK
atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk
kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk
golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal
sementara para imigran.
3. Teori
Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini
merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik
tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
4. Teori
struktural
Teori ini ditekankan pada mobilitas
tempat tinggal yang dikaitkan dengan “taster, preference dan life styles”
pada sesuatu kota, seperti halnya pendekatan historis di atas, maka dalam teori
struktural ini, Alonso menggunakan pembagian zona yang konsentris dari burgess
untuk menjelaskan “spatial distribution-residential mobility.
3.2.4 Pemanfaatan Lahan di Daerah Perkotaan
Di
daerah perkotaan, pemanfaatan lahan lebih bervariasi dibandingkan dengan
daerahpedesaan karena secara umum kehidupan masyarakat kota sudah lebih
kompleks. Berdasarkan ciri fisik maupun sosialnya, pola penggunaan lahan di
kota sangat berbeda dengan pemanfaatan lahan di desa. Dalam pemanfaatannya,
selain harus memperhatikan unsur fisik lahan juga harus diperhatikan fungsi
kota yang bersangkutan. Contohnya, sebagai pusat industri, pusat pendidikan,
atau mungkin pusat pemerintahan.
Terdapat
beberapa karakteristik daerah perkotaan yang membedakannya dengandaerah pedesaan
dan berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahannya. Adapun karakteristik
tersebut sebagai berikut.
a. Lingkungan
sosial budaya yang heterogen.
b. Hubungan
sosial budaya yang dibangun oleh kesamaan kepentingan.
c. Terdapat
sekat-sekat antarkelompok, seperti yang elite dengan nonelite.
d. Pertimbangan
untuk rugi menjadi dasar tindakan.
e. Tingkat
intelektual yang relatif lebih mapan sehingga pandangan hidupnya lebih
rasional.
f. Kompleksitas
kebutuhan dan tingginya dinamika interaksi sosial yang terjadi.
Secara
umum pemanfaatan lahan di kota banyak digunakan untuk :
a. Pusat
pemerintahan, yaitu gedung-gedung pemerintahan yang berfungsi sebagai pusat
b. Pelayan
umum kepada masyarakat;
b. Tempat-tempat
pusat industri dan perdagangan seperti pasar dan pertokoan;
c. Pusat-pusat
sarana pendidikan;
d. Kompleks-kompleks
permukiman penduduk;
e. Sarana
olahraga dan rekreasi;
f. Gedung-gedung
perkantoran.
Pola
penggunaan lahan di perkotaan cenderung lebih heterogen. Ciri dan pendorong
adanya heterogenitas masyarakat di
perkotaan antara lain sebagai berikut.
1.
Budaya yang berkembang bersifat
individualisme.
2.
Kehidupan masyarakat bersifat
multietnis.
3.
Kegiatan perekonomian heterogen dan
didominasi sektor nonagraris.
4.
Tingginya nilai jual dan harga tanah di
perkotaan.
5.
Munculnya kontak sosial di masyarakat.
6.
Pola permukiman cenderung padat dan
kompleks.
Pola
Permukiman
Pola
permukiman merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan di muka bumi. Pernahkah
kamu secara tidak sengaja mengamati bentuk rumah, pola wilayah hunian
(permukiman), baik di daerah perdesaan maupun perkotaan? Pemukiman memiliki
fungsi sebagai lingkungan tempat hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
kehidupan masyarakat. Kondisi fisik dan bentukan muka bumi akan ber-pengaruh
terhadap penggunaan lahan dan permukiman.
Pola permukiman penduduk yang sering dijumpai di lingkungan sekitar,
antara lain sebagai berikut.
a. Pola
permukiman memanjang (linier)
Penggunaan
lahan sangat dipengaruhi oleh ragam bentukan muka bumi. Pola permukiman
memanjang (linear) terkait erat dengan jaringan sarana transportasi wilayah. Areal permukiman penduduk umumnya
menempati kawasan sepanjang jalan raya, aliran sungai, atau tepi pesisir pantai
b. Pola
permukiman terpusat (Nucleated)
Pola
permukiman lain yang dapat ditemukan di lingkungan sekitar, yaitu pola
permukiman terpusat yang banyak ditemukan di daerah sekitar perbukitan atau
pegunungan. Kondisi dan keadaan wilayah mengakibatkan terbentuknya pola
permukiman yang mengelompok. Pada umumnya lahan pertanian terletak jauh dari
kawasan pemukiman. Pemekaran areal permukiman terjadi dan mengarah ke segala
jurusan sesuai dengan komposisi dan pertambahan jumlah penduduk.
c.
Pola Permukiman tersebar (dispered)
Pola
permukiman tersebar dicirikan dengan letak dan kondisi permukiman yang
terpencar-pencar antara satu wilayah permukiman dan permukiman lainnya. Pola
permukiman tersebar sering dijumpai pada kawasan permukiman dengan kondisi
iklim yang tidak stabil, serta topografinya yang terjal dan curam.
3.3 Perencanaan dan
Peremajaan Kota
3.3.1 Perencanaan Kota
Perencanaan merupakan salah satu proses lain, atau merubah
suatu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju oleh perencanaan atau oleh
orang/badan yang di wakili oleh perencanaan itu. Perencanaan itu meliputi :
Analisis, kebijakan dan rancangan. Ciri-ciri pokok dari perencanaan umum mencakup
serangkaian tindakan berurutan yang ditujukan pada pemecahan
persoalan-persoalan di masa datang dan semua perencanaan mencakup suatu proses
yang berurutan yang dapat di wujudkan sebagai konsep dalam sejumlah tahapan.
Perencanaan kota merupakan proses penyusunan rencana tata
ruang kota, yang didalamnya terkandung arahan penataan ruang kota. Pada
mulanya, kegiatan perencanaan dilakukan oleh orang-orang “pilihan” yang
dianggap mampu menerjemahkan visi dan keinginan manusia akan tata ruang yang
lebih baik, atau mereka yang sangat berduit untuk merealisasikan cita-cita
mereka mengenai masyarakat yang dianggap ideal
Tahapan yang dilalui
dalam perencanaan antara lain :
1. identifikasi Persoalan
2. perumusan tujuan
umum dan sasaran khusus hingga target-target yang kuantitatif
3. proyeksi keadaan di
masa akan datang
4. pencarian dan
penilaian berbagai alternatif
5. penyusunan rencana
terpilih
Syarat-Syarat perencanaan yang baik :
- Logis, masuk akal;
- Realistik, nyata;
- Sederhana;
- Sistematik dan ilmiah;
- Obyektif;
- Fleksibel;
- Manfaat;
- Optimasi dan efisiensi.
Syarat-syarat perencanaan disusun karena adanya hal-hal beikut :
a. Limitasi dan kendala;
- Motivasi dan dinamika;
- Kepentingan bersama;
- Norma-norma tertentu.
Faktor-faktor dasar perencanaan antara lain:
- Sumber daya (alam, manusia, modal, teknologi);
- Idiologi dan falsafah;
- Sasaran dari tujuan pembangunan;
- Dasar Kebijakan;
- Data dan metode;
- Kondisi lingkungan, sosial, politik dan budaya.
3.3.2 Teori Lokasi
Teori
lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegitan ekonomi, atau ilmu yang
menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya
dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain
baik ekonomi maupun sosial.
Teori lokasi merupakan teori dasar yang sangat penting dalam analisa
spasial dimana tata ruang dan lokasi kegiatan ekonomi merupakan unsur utama. Berikut ini ada
beberapa pengertian teori lokasi menurut para ahli yaitu sebagai berikut:
1.
Hoover dan Giarratan (2007)
Teori lokasi merupakan ilmu yang menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi.
Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari
sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi
berbagai macam usaha atau kegiatan lain Secara umum, pemilihan lokasi oleh
suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti:
a)bahan baku lokal (local input).
b)
permintaan lokal (local demand).
c)bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input).
d)
permintaan luar (outside demand).
Teori ini mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari
berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan
ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat
pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan
hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan.
Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi,
masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar
sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar
kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu
pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen
adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila
makin jauh dari pusat kota.
Menurut Teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi
biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total
biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum.
Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah
identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor
yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja,
dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.
Menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan
distribusinya di dalam satu wilayah.
Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah
konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin
enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual
semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar
atau di dekat pasar.
memperkenalkan
teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan konsep average cost (biaya
rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan
lokasi.
Berpendapat bahwa teori lokasi bertujuan memaksimumkan keuntungan sulit
ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis dinamik. Ketidaksempurnaan
pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan di masa depan pada tiap
lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi personal, dan pertimbangan lain
membuat model maksimisasi keuntungan lokasi sulit dioperasikan.
Masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang
dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda
3.3.2 Peremajaan Kota
Peremajaan kota
merupakan suatu konsep dan strategi pembangunan kota untuk meningkatkan
kualitas lingkungan dan mengantisipasi proses ekologi perubahan keruangan. Perkembangan dan pertumbuhan penduduk disertai berkembangnya kegiatan usaha
yang akan mempunyai akibat pada perubahan sosial, ekonomi dan fisik yang
kemudian menuntut kebutuhan ruang. Usaha untuk menanggapi perkembangan dan
pertumbuhan ini biasanyan ditempuh dengan 3 cara :
- Intensifikasi, seperti peremajaan kota (urban redevelopment) dan pembaharuan kota (urban renewal)
- Ekstensifikasi, seperti perluasan wilayah kota dan reklamasi
- Kota Baru
1.
Pengertian dan Esensi Peremajaan Kota
- Usaha meremajakan suatu bagian wilayah kota atau kawasan fungsional kota sebagai salah satu rangkaian pembangunan kota. Wilayah atau kawasan yang diremajakan dilihat sebagai sub sistem kota secara keseluruhan;
- Peremajaan kota terbatas lingkupnya pada usaha peningkatan kualitas dan vitalitas lingkungan fisik sedangkan pembaharuan kota menyangkut upaya menata kembali berbagi segi kehidupan kota;
- Karena wilayah yang diremajakan dilihat sebagai sub sistem kota, maka peremajaan kota merupakan bagian integral dari suatu rencana pembangunan kota;
- Muatan yang terkandung dari program peremajaan kota harus sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan kota secara keseluruhan;
- Sebagai suatu cara, peremajaan kota dapat ditinjau dari 3 pengertian :
1.
Sebagai suatu proses, diartikan sebagai
pembangunan kembali bagian wilayah kota dengan maksud untuk meningkatkan
kualitas, kegunaan, kemanfaatan, kapasitas dan vitalitasnya;
2.
Sebagai suatu fungsi, diartikan sebagai
kegiatan untuk menguasai, menata, merehabilitas atau membangun kembali suatu
bagian wilayah kota yang mengalami degradasi untuk menampung kegiatan-kegiatan
yang konsisten dengan rencana kota yang telah ada;
3.
Sebagai suatu program, diartikan sebagai
bagian dari suatu kegiatan pelaksanaan pembangunan kota yang terkoordinir dan
terorganisir;
- Esensi peremajaan kota :
- Meningkatkan vitalitas;
- Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana;
- Menjaga agar kekumuhan tidak meluas;
- Memberikan kepastian hukum;
- Menyatukan kedalam sistem perekonomian kota tanpa diwarnai ketimpangan yang mencolok;
2.
Tipologi Peremajaan Kota
- Rehabilitasi
Pada umumnya merupakan perbaikan kembali fungsi
kawasan dengan pembangunan sarana dan prasarana. Contoh : perbaikan kampung,
perbaikan lingkungan, perbaikan pusat perbelanjaan.
- Renovasi
Umumnya hanya terbatas pada peningkatan struktur dan
kualitas fisik dengan tampilan bangunan yang tetap. Contoh : perbaikan
bangunan-bangunan bersejarah.
- Preservasi
Upaya
pelestarian struktur yang telah ada dengan cara memelihara dan mengamankan.
Contoh : pelestarian bangunan atau kawasan yang bernilai sejarah.
- Konservasi
Upaya perlindungan dari kemungkinan kerusakan oleh
alam maupun manusia. Pada konservasi dimunkinkan untuk menghilangkan atau
menambah struktur demi menjaga keamanan dan kelestarian. Contoh : pengamanan
tebing dalam kota, normalisasi DAS, penghutanan kota.
- Gentrifikasi
Peningkatan fungsi sebagai kompensasi atau pengganti
bagi suatu bagian wilayah kota yang telah mengalami degradasi. Contoh :
pembangunan rumah susun;
3.
Prinisp - Prinsip Peremajaan Kota
Prinsip-prinsip peremajaan kota antara lain :
a.
Sebagai bagian pembanguna kota yang
menyeluruh;
b.
Peningkatan kualitas kehidupan yang
lebih baik;
c.
Terprogram secara sistematis;
d.
Peningkatan produktivitas dalam
menunjang ekonomi kota;
e.
Peningkatan nilai visual tatanan kota;
f.
Memacu pemerataan dalam kehidupan kota
bagi semua lapisan.
4. Produk Perencanaan untuk Peremajaan Kota
- Rencana Fisik; rencana tata letak peruntukan dan tata letak bangunan dan non bangunan, serta lansekap
- Rencana pembiayaan; Dirinci pembiayaan setiap tahap pelaksanaan pembangunan, sumber pembiayaan, estimasi investasi, pendapatan dan tingkat inflasi, masalah pembebasan dan penggantian lahan
- Rencana Relokasi; Relokasi penduduk maupun kegiatan, tempat relokasi dan pelaksanaan relokasi (permanen atau temporer)
- Rencana Pelaksanaan; Tahapan - tahapan pelaksanaan kegiatan
5.
Masalah-Masalah Peremajaan Kota di
Indonesia
Ada 2 jenis peremajaan kota yang umum dilakukan :
- Program perbaikan kampung
- Peremajaan pusat kota, khususnya pusat perdagangan
Beberapa masalah yang terdeteksi :
- Kurang menimbang dampak dan konsekuensinya terhadap lingkungan sekitar
- Dilaksanakan sebagai suatu usaha pemecahan masalah negara
- Banyak masalah sosial yang timbul setelah proyek peremajaan
- Kurang ditunjang dengan perencanaan prasarana yang menyeluruh
0 komentar:
Posting Komentar